Minggu, 18 Maret 2012

Dua : Diam

Lagi-lagi aku menulis, dan lagi lagi aku menangis. Aku menatap monitor dan mulai membangkitkan semangat menulis, berharap kamu membacanya. Kehilangan kamu adalah suatu hal yang berat untukku. Selama ini kita bersama, aku mengganggumu dan kamu menggangguku. Kita saling mengganggu. Pertemuan kita dari sebuah gangguan, darimu. Gangguan yang aku tanggapi dengan manja. Semua orang bilang aku manja. Kamu bilang, kamu tidak suka cewek manja, tapi terus saja kamu dekati aku, bercanda denganku, dan menggangguku. Aku balas mengganggumu. Aku teruskan saja sikap manja kepadamu.

Mungkin kamu sudah bosan, bosan dengan sikap manjaku, bosan dengan keegoisanku. Sampai suatu saat entah kapan, hal itu tak pernah ku rasakan lagi. Sampai suatu saat kamu berjalan membelakangiku dan tak menoleh padaku, tak sedikitpun.

Tak pernah lagi kudapati dirimu di dalam kotak masuk, tak ada dirimu di panggilan masuk. Terasa sekali, dirimu berbeda. Aku menginginkanmu menghentikan semuanya, tapi tak begini caranya. Terlalu sakit, untuk kita berdua, aku rasa. Aku jadi terlalu sering memikirkanmu, kamu mendiamkanku, aku pun tak terlalu menanggapi kediamanmu.

Salahkah aku mendiamkan kediamanmu? Salahkah aku atas apa yang kuperbuat? Tak pernahkah kamu berpikir sedikitpun untuk menyelesaikan semuanya? Menyelesaikan apa yang kamu perbuat, menyelesaikan apa yang kamu diamkan, tak pernahkah? Aku bosan berdiam diri, hingga suatu hari, ku tepuk pundakmu, berharap kamu akan bicara padaku. Ya, kamu bicara, tapi langkahmu kurasakan berbeda. Biasanya kamu selalu melambatkan langkahmu saat bersamaku, entah kenapa kurasakan ini terlalu cepat, atau mungkin aku yang terlalu lambat berjalan. Jangan biarkan aku membencimu, aku tak mau kehilanganmu. Walau aku tahu aku sudah kehilanganmu.

Dan, dan bila esok
Datang kembali
Seperti sediakala di mana kau bisa bercanda

Dan, perlahan kau pun
Lupakan aku
Mimpi burukmu di mana t'lah ku tancapkan duri tajam
Kau pun menangis
Menangis sedih
Maafkan aku...

Dan, bukan maksudku
Bukan inginku
Melukaimu
Sadarkah kau di sini ku pun terluka
Melupakanmu
Munafikkanmu
Maafkan aku...

Lupakan lah saja diriku
Bila itu bisa membuatmu
Kembali bersinar dan berpijar seperti dulu kala

Caci maki saja diriku
Bila itu bisa membuatmu
Kembali bersinar dan berpijar seperti dulu kala

Ini kali kedua aku menyanyikannya untukmu. Lalu aku berlari ke kamar, aku menangis dalam diamku. Dan, dia, hadir kembali. Dia Yang Sempurna, mengulurkan tangannya, mengusap pipiku. Pelukannya menghangatkanku, aku keluarkan semuanya, sepuasnya.

"Sshhh.. Sudah.. Aku tahu perasaanmu. Dan tak perlu kau ceritakan, aku mengerti." Kata-katanya mengejutkanku, membuatku semakin ingin memeluknya. Tanganku erat melingkari badannya, dan ia dengan sabarnya menggendongku ke tempat tidur, agar aku melupakan masalahku.

Bersambung... 

1 komentar: